Masalah Usman-Harun yang dihukum mati di Penjara Changi, 17 Oktober 1968, seperti dituturkan Juru Bicara Khusus Presiden RI Teuku Faizasyah, sebetulnya sudah selesai dan menjadi bagian sejarah masa lalu. Apalagi, mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pernah melakukan tabur bunga ke pusara Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Soal tabur bunga ini, Abdul Rahman Ramly punya cerita sendiri. Dalam buku "Soeharto, The Untold Stories", Ramly yang saat itu berpangkat Letnan Kolonel Angkatan Darat menceritakan, ia ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai liasion officer yang mewakili pemerintah Indonesia. Saat itu RI belum punya hubungan diplomatik dengan Singapura.
Saat itu Soeharto merinci apa saja yang harus dilakukannya. Sebagai panglima tertinggi, Soeharto berusaha semaksimal mungkin membela kehormatan anak buahnya. Segala upaya dilakukan meski kedua anggota Korps Komando Operasi (KKO) itu akhirnya tetap dihukum gantung.
Pembelaan dan penghormatan kepada anak buah yang gugur sebagai bunga bangsa itu, kata Ramly, ditunjukkan Soeharto ketika PM Lee Kuan Yew ingin berkunjung ke Indonesia dua tahun setelah hukuman mati dilaksanakan.
"Pak Harto mempersilakan PM Lee datang dengan syarat harus meletakkan karangan bunga langsung di makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata, bukan di tempat yang biasanya tamu negara meletakkan karangan bunga, di kaki tugu makam pahlawan," Ramly menuturkan.
Syarat itu, ujar dia, sungguh tidak lazim, namun entah dengan pertimbangan apa, PM Lee setuju meletakkan karangan bunga di makam Usman dan Harun. Baru setelah itu hubungan Jakarta-Singapura membaik.
Namun hubungan dua negara ini kembali memanas setelah Indonesia bersikukuh tidak akan mengganti nama KRI-nya yang akan tiba di tanah air Juni 2014 nanti. Pemberian nama Usman dan Harun sudah sesuai prosedur dan proses yang panjang. Dan, sudah lazim pula KRI diberi nama pahlawan nasional.
Seperti Indonesia, Singapura Juga Harus Hormati KRI Usman Harun
Anggota Komisi I DPR RI, Hayono Isman, meminta Singapura untuk menghormati pemerintah Indonesia terkait pemberian nama kapal fregat yang diberi nama Usman - Harun yang baru dibeli dari Inggris.
"Harusnya Singapura tidak mempermasalahkan pemberian nama KRI Usman - Harun. Indonesia memiliki aturan undang-undang sendiri," kata Hayono Isman dalam rilis yang diterima VIVAnews, Rabu 12 Febuari 2014.
Menurut Hayono, Singapura harus menerima sikap pemerintah Indonesia yang menganggap Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional. Sejak 17 Oktober 1968 -- saat Usman dan Harun dihukum gantung -- Pemerintah Indonesia juga menerima keputusan Singapura yang menvonis keduanya bersalah. Meski sebelum eksekusi dilakukan, Indonesia telah mengirimkan surat permohonan penundaan eksekusi terhadap keduanya.
Anggota Dewan Penasihat Partai Demokrat itu mengungkapkan Singapura dan Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menjalin hubungan kerja sama mendirikan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Dia melanjutkan, Indonesia dan Singapura adalah dua di antara enam negara pendiri ASEAN yang banyak mendapatkan manfaatnya. Hayono kembali menegaskan, pemerintah tidak perlu mengganti KRI Usman-Harun dengan nama lain, sesuai aturan internal dan kedudukan di mata dunia internasional.
Dia juga menyayangkan keputusan pemerintah Singapura yang membatalkan undangan pertemuan dengan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Diharapkan Singapura dengan Indonesia menghentikan persoalan KRI Usman-Harun yang hanya sebatas perbedaan persepsi. (VivaNews)
0 komentar:
Posting Komentar