Siapa sangka Indonesia punya fasilitas pengembangan dan produksi bahan peledak modern dan terbesar di Asia Tenggara atau ASEAN. Fasilitas tersebut dimiliki oleh PT Dahana (Persero).
Perusahaan pelat merah yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini mampu mengembangkan dan memproduksi bahan peledak untuk keperluan militer dan industri non militer di dalam dan luar negeri.
Pabrik milik Dahana tersebar di seluruh negeri namun pusat produki bahan peledak tingkat tinggi (high explosive) berada di area pabrik energetic material center, Kantor Manajemen Pusat (Kampus) di Desa Sadawarna, Kecematan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
detikFinance pun memperoleh kesempatan istimewa berkunjung dan wawancara khusus Chief Executive Officer (CEO) Dahana, Harry Sampurno di area energetic material center milik Dahana di Subang.
Untuk menjangkau lokasi, harus menempuh perjalanan darat selama 3,5 jam dari Jakarta. Setelah keluar gerbang tol Cikampek arah Sadang, mobil harus bertarung dengan buruknya kualitas jalan selama 1 jam hingga memasuki bibir pabrik.
Ketika tiba di lokasi, tampak gedung megah dengan arsitektur ramah lingkungan (green) menyambut kedatangan. Lokasinya cukup jauh dari pemukiman penduduk. Pabrik dan Kampus Dahana diapit oleh 2 buah sungai serta dikelilingi pohon yang menjulang tinggi.
Saat memasuki area perkantoran, sistem pengamanan terasa cukup longgar. Kantor pusat dan pabrik milik BUMN bom tersebut menempati lahan seluas 600 hektar.
“Pengamanan kita biasa di awal. Nanti ring 1 baru ketat,” kata Harry kepada detikFinance di Kampus dan Pabrik Dahana di Subang, Jumat (9/5/2014).
Pada awal pertemuan, Harry dengan ramah dan jelas menerangkan bisnis dan apa yang dilakukan perseroan. Termasuk menjelaskan beberapa ruangan yang ada di gedung berkonsep ramah lingkungan tersebut.
Harry pun mengajak kami mengelilingi area pabrik dan melihat lebih dekat proses pembuatan salah satu jenis produk bahan peledak (non electric detonator). Pabrik di Subang merupakan pusat pengembangan produk bom komersial dan militer berdaya ledak tinggi (high explosive).
Didampingi Harry dan beberapa petugas keamanan, kami mengendarai kendaraan khusus milik perseroan. Benar saja, saat akan memasuki area pabrik atau berada di gerbang ring 1, seorang petugas bermimik serius mencegat kami.
“Selamat siang. Izin hape dalam keadaan dimatikan,” perintah seorang petugas keamanan kepada seluruh rombongan termasuk kepada Dirut Dahana yang ada di dalam mobil.
Akhirnya rombongan yang terdiri detikFinance dan Dirut Dahana mengikuti standar keamanan yang diperintahkan. Tugas petugas tersebut tidak berhenti di situ, ia memeriksa sekeliling kendaraan dan tas yang dibawa setiap orang di dalam mobil secara seksama.
Ketika diperbolehkan memasuki area pabrik, Harry yang bertugas sebagai pemandu kami. Ia menunjukkan lokasi pertama yakni bangunan tempat perakitan mobil khusus (mobile mixing unit) untuk mendukung operasional Dahana di lokasi tambang.
“Kita sebutnya pabrik bergerak. Kita buat di sini,” jelasnya.
Sambil bercerita, mobil dinas layaknya kendaraan wisata yang kami tumpangi mengelilingi area pabrik. Sesekali ia menujuk lokasi gudang dan pabrik yang berukuran kecil dan memiliki tanggul khusus.
“Kalau ada tanggul itu tandanya ada bahan peledaknya. Itu sebagai perisai kalau terjadi hal-hal terburuk seperti ledakan,” sebutnya.
Harry menjelaskan alasan ukuran pabrik dibuat kecil dan lokasinya berjauhan. Dasarnya adalah bagian dari standar keamanan. Dengan konsep safety distance atau jarak aman, ada pertimbangan jangkauan ledakan jika terjadi musibah di area pabrik. Meski ada musibah, dampak ledakan tidak akan dirasakan hingga ke luar lokasi pabrik.
“Ada safety distance. Semua di sini pabrik high explosive,” paparnya.
Rombongan sempat bertemu dengan kendaraan yang akan membawa bahan peledak ke luar lokasi pabrik. Selanjutnya rombongan melewati hutan di tengah pabrik dan memutuskan berhenti pada pabrik Non-Electric Detonator (Nonel).
Di sini Harry yang didampingi manager pabrik menjelaskan proses produksi. Kami pun diizinkan melihat dari dekat proses pembuatan hingga pengujian Nonel. Bangunan untuk pembuatan dan pengujian dilakukan di dalam kontainer khusus. Nonel sendiri biasa digunakan sebagai pemicu ledakan (initiating explosive).
“Pabriknya kecil pakai kontainer, masalah safety dan security,” katanya.
Harry menjelaskan rombongan tidak diizinkan memasuki area pabrik untuk pembuatan bom khusus militer. Pasalnya pabrik tersebut sangat berbahaya.
“Very high explosive jadi nggak boleh masuk,” tegasnya.
Setelah berkeliling di area pabrik selama 25 menit, rombongan meninggalkan area pabrik menuju kantor pusat. Saat akan meninggalkan area pabrik, petugas keamanan kembali mencegat rombongan. Masih dengan wajah serius, ia menelisik ke dalam kendaraan.
“Sudah selesai pak,” kata petugas keamanan sambil memberi salah usai melakukan pemeriksaan.
Pada kesempatan tersebut, Harry mengatakan untuk izin masuk area pabrik bagi warga negara asing berlaku peraturan yang sangat ketat. Khusus warga negara asing, harus memperoleh clearance dari TNI AU dan Dahana. Sedangkan WNI cukup memperoleh clearance dari perseroan. Sedangkan untuk kenyamanan area pabrik, sistem keamanan modern dan alamiah telah dibangun.
“Kita kemananan nggak pakai listrik, pakai natural barrier. Di sini pakai barrier sungai, bukit sama tanggul tinggi,” ujarnya.
Area pabrik di Subang, dijelaskan Herry akan dipersiapkan untuk membangun dan mengembangkan teknologi tertinggi dari bom. Seperti teknologi bom untuk airbag mobil, pengelasan rel kereta hingga hujan buatan.
Hingga saat ini, Dahana mampu menghasilkan puluhan paten produk bom yang telah berlebel Standar Nasional Indonesia. Produk Dahana di antaranya: dayagel seismic, dayagel series, dayadet non electric, shaped charges, dayagel sivor, grenade detonator, Bomb P-100 hingga Blast Effect Bomb.
Produk karya Dahana juga dijual hingga ke 26 negara. Bahkan berencana mendirikan pabrik di area pertambangan di Australia. Untuk mengembangkan, memproduksi, memasarkan produk bom, Dahana mempekerjakan hingga 1.300 karyawan.
Produksi Bom untuk Jet Tempur Sukhoi Hingga Roket
Industri pertahanan di Tanah Air menjadi tumpuan untuk mengurangi ketergantungan dari produk militer impor. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan produk pertahanan asli dalam negeri seperti yang dilakukan BUMN PT Dahana (Persero).
BUMN yang bermarkas di Subang, Jawa Barat ini telah berhasil mengembangkan dan memproduksi produk canggih untuk keperluan militer. Produk yang dibuat antaralain bom canggih P 100 Live untuk jet tempur Sukhoi.
Selain itu, Dahana berencana memproduksi bom kejut untuk jet tempur F5 (blast effect bomb). Guna bom sebagai anti huru hara mampu membuat pengunjuk rasa terpental dan membubarkan konsentrasi massa ketika bom dijatuhkan dari pesawat. Blast effect bomb ini tidak mematikan berbeda dengan bom P 100 Live yang bisa mematikan.
“TNI AU. Untuk Sukhoi. Itu Bom Udara, Bom P100 Live untuk pesawat Sukhoi. Kita juga sudah buat untuk pesawat F5. Yang kita buat untuk anti huru-hara. Namanya blast effect bomb. Itu sudah dimulai cuma kontrak pembelian yang bom baru dimulai tahun ini,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.
Selain itu, Dahana juga telah terlibat memproduksi dan mengembangkan roket R Han 122.
Produk unggulan versi militer yang telah diproduksi Dahana adalah dayagel dan dayagel sivor. Khusus dayagel sivor biasa ditemui pada aksi film laga untuk penyerbuan lokasi musuh. Bom tipe ini ditempelkan di pintu kemudian meledak. Beberapa negara telah memakai bom produksi Dahana ini.
“Kalau di film, bom ditaruh di pintu. Bisa meledak," katanya.
Dahana juga mengembangkan komponen penting di dalam peluru dan roket. Di lokasi pabrik di Subang, Dahana berencana memproduksi propelan. Propelan biasa dipakai untuk meluncurkan amunisi.
“Ini sangat strategis. Mungkin nggak bisa banyak cerita. Itu bahan pendorong amunisi. Itu untuk roket. Peluru-peluru di dalamnya ada propelan. Sekarang ini kita 100% masih impor. Nantinya kita buat di Dahana,” paparnya.
Dahana tidak hanya menggarap pasar industri pertambangan, selain itu pasar militer juga terus ditingkatkan. Porsi penjualan untuk militer dari 5% ditingkatkan menjadi 15%.
“Selama ini militer beli untuk bahan peledak biasa. Sekarang kita tingkatkan jadi bom dan roket,” jelasnya.
Diekspor ke 26 Negara
PT Dahana (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen bahan peledak untuk keperluan industri dan militer. Produk bahan peledak Dahana telah dijual hingga ke 26 negara.
Hampir sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara telah membeli produk bahan peledak dari pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat.
“Kita sudah ekspor bahan peledak ke 26 negara,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.
Selain negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Kamboja, negara-negara di Timur Tengah hingga Kanada juga menjadi konsumen PT Dahana.
“Kita mulai dari Malaysia (Serawak), Thailand, kemudian Filipina, kemudian Kamboja sudah kirim, Timor Leste. Kita sedang penetrasi ke Vietnam dan Burma,” jelasnya.
Untuk produk bom versi industri, Dahana menjual jenis detonator, booster, hingga catridge emulsion (dinamit). Sedangkan untuk versi militer, Dahana mengekspor tipe bom plastik (dayagel sivor).
“Yang kita ekspor itu ada detonator (Nonel) kemudian kedua adalah booster ketiga adalah catridge emulsion (semacam dinamit). Itu komersial semua. Tapi yang untuk militer. Kita baru ekspor beberapa tempat,” paparnya.
Perseroan tidak terlalu mengkhawatirkan rencana dimulainya pasar bebas ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Pasalnya produk Dahana justru telah dipakai di beberapa negara Asia Tenggara.
“Kalau tahun 2015 ada MEA. Kita banyak yang nggak tahu, itu nggak berpengaruh terhadap industri karena AFTA sudah berlaku sejak tahun 2007. Kita sudah mulai ekspor sejak 2005. Walau jumlah kecil tapi makin lama makin besar,” sebutnya.
Meski pasar di tanah air menjadi rebutan pemain dunia, namun Dahana perlahan tapi pasti menjajaki mendirikan pabrik bahan peledak di Australia. Begitu pula dengan pasar ASEAN. Dahana sedang menjajaki menjual produk bom ke Eropa hingga negara ASEAN yang belum tersentuh.
“Tahun ini kita sedang negosiasi untuk bisa ekspansi ke Australia. Kalau berhasil maka tahun depan kita bangun pabriknya,” jelasnya.
Aktivitas ekspor Dahana menyumbang 10% dari total pendapatan perseroan. Sedangkan 5% dari militer dan 85% dari industri tambang. Dahana pada tahun 2013 berhasil meraup pendapatan Rp 1 triliun dengan perolehan laba bersih sebanyak Rp 50 miliar.
“Struktur pendapatan kita itu untuk ekspor masih kecil atau sekitar 10%. Dan ini membuat kita kaget. Untuk militer hanya 5%. Di luar itu adalah dalam negeri untuk komersial. Strukturnya seperti itu,” paparnya.
Sumber : Detik
12 Mei, 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar