12 Mei, 2014

KATAGORI :

Produsen Bom Kelas Dunia Berlomba-lomba Jualan di Indonesia

Kebutuhan produk bahan peledak di Indonesia masih tinggi. Permintaan bahan peledak umumnya datang dari perusahaan tambang batu bara, semen, minyak, hingga emas yang berlokasi di bumi pertiwi.



Dari permintaan bahan peledak sekitar 400.000 ton per tahun, mayoritas masih dipasok oleh perusahaan pembuat bom nomor 1 dan 2 dunia. Layaknya madu, pasar bom Indonesia menjadi rebutan bagi produsen bahan peledak dalam dan luar negeri.

“Namun sebagian besar pasarnya masih dipegang oleh pemain asing. Nomer 1 di dunia Orica yang nomer 2 itu Dyno. Mereka pemainnya,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat, Jumat (9/5/2014).


Dahana sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kategori strategis yang mengembangkan dan memproduksi produk bom untuk kebutuhan industri dan militer.

Harry menjelaskan Dahana mampu menghasilkan produk bom tambang hingga kapasitas 150.000 ton. Kapasitas ini diperoleh dari tambahan pasokan bahan baku (Amonium Nitrat). Pasokan itu datang dari pabrik bahan baku di Bontang, Kalimantan Timur.

“Sekarang menjadi 75.000 ton. Karena kita melakukan services di lapangan sudah di 30 lokasi. Sehingga totalnya menjadi sekitar 150.000 ton,” sebutnya.

Harry menuturkan pasar terbesar produk bahan peledak datang dari tambang milik perusahaan sekelas Newmont, Freeport Indonesia, Adaro, hingga Kaltim Prima Coal.

Khusus tambang terbesar di Indonesia seperti milik Freeport dan Newmont, pasokan bahan peledak dikuasai oleh perusahaan asing dunia.

“Kalau Freeport dan Newmont belum. Kalau saja dikurangi. Di luar dikuasai asing itu. Dahana kira-kira 60% menguasai pasar. Memang besar. Kalau digabung dengan 2 besar itu, kita menjadi kurang dari 20%,” paparnya.

Meski harus bersaing ketat dengan perusahaan asing, produk dalam negeri tak kalah bersaing. Putra-putri Indonesia mampu mengembangkan dan memproduksi produk bahan peledak bersertifikasi.

“Kalau dari sisi produk, itu nggak kalah. Yang kalah itu dari soal branding, kemampuan modal, kemampuan manajerial itu yang kita kalah. Itu kita akui,” tegasnya.

Untuk industri tambang, Dahana terus memperluas ekspansi usahanya. Hal ini didukung dengan kapasitas produksi yang terus ditingkatkan. (Detik)




0 komentar:

Posting Komentar