21 April, 2014

Indonesia perlu kemandirian satelit untuk pertahanan

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Prof Thomas Djamaluddin, mengatakan, Indonesia memerlukan kemandirian kepemilikan satelit guna kepentingan pertahanan dan keamanan.

Product Manager Usat, Aulia Aggiansya, memberikan keterangan cara kerja satelit Sea Star, kepada wartawan, di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (2/4). Ini satelit komunikasi dilengkapi fitur penjejakan otomatis yang dapat tetap terhubung dengan satelit yang sedang digunakan dalam kondisi bergerak, dan satelit ini pas dioperasikan di lautan, di antaranya rig lepas pantai dan kapal laut. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
 
"Tentu, dengan memiliki kemandirian satelit ini, keamanan data lebih terjamin ketimbang hanya sebagai negara pemakai teknologi satelit negara lain," katanya, di Bogor, Jawa Barat, Senin.

Dia menegaskan, ada target pembangunan keantariksaan Indonesia dalam 25 tahun ke depan yang hendak diraih.

Sekurangnya, kata dia, ada empat target, yakni membuat dan memiliki sendiri satelit penginderaan jarak jauh, merintis satelit telekomunikasi, merintis pembangunan peluncur roket, dan suatu saat memiliki badan antariksa.


"Untuk mencapai tujuan itu semua, maka diperlukan kemauan politik, baik dari pemerintah dan DPR," katanya.

Ia juga menegaskan, UU Nomor 21/2013 tentang Keantariksaan yang mulai berlaku pada 6 Agustus 2013 pun mengamanatkan kemandirian dimaksud. Yang juga esensial, UU itu juga akan mengoptimalkan penyelenggaraan keantariksaan untuk kesejahteraan rakyat dan produktivitas bangsa.

Sementara itu, Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lapan, Taufik Maulana, menjelaskan, India dan Korea Selatan adalah negara-negara yang mulai membangun kemandirian dalam teknologi satelit.

"Awalnya memang mereka membeli, namun kemudian belajar dan membuat satelit sendiri dengan sumber daya manusia (SDM)-nya sendiri," katanya.

Indonesia pun, kata dia, dengan SDM yang ada, cukup punya kemampuan untuk mewujudkan apa yang sudah dilakukan India dan Korea Selatan itu.

Sedangkan Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan, Dedi Irawadi, menambahkan, data satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk deteksi dini mengatasi kebakaran hutan. Data satelit penginderaan jauh digunakan sebagai dasar untuk membangunan Fire Danger Rating System/FDRS (Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran).


Sumber : Antara




0 komentar:

Posting Komentar